Mantenku

Mantenku

Minggu, 30 Oktober 2022

Paijan: Sakit Jiwa atau Memang Penjahat?

Halo, nama saya Angel Solihatun. Panggil saya Angel ya, jangan Atun, nanti ketahuan kalau saya ini udik. Ini kisah nyata.

Tahun 2007-2008, ketika saya hamil anak pertama, saya pernah tidak berani pulang jika suami saya belum pulang karena ada seseorang di rumah, sebut saja Paijan, yang akan meminjam sepeda motor saya untuk mengunjungi pacarnya yang bernama Painem di Mojosongo. Saya kadang pergi ke tempat kos saya dulu ketika masih kuliah dan ada di sana sampai sore. Sekedar info, sepeda motor saya kredit dan dibayari bapak saya. Bapak saya membelinya agar saya bisa mengajar sore (ngelesi) dengan mudah, bukan untuk dipinjamkan pada siapapun, apalagi si Paijan. Apalagi untuk pacaran.

Awalnya satu kali, dua kali, saya tidak bermasalah ketika sepeda saya dipinjam. Tapi, setelah menjadi kebiasaan rutin, saya mulai merasa jengkel. Apalagi, jika saya protes kepada Mas Terbaik, suami saya, dia malah marah pada saya & meminta saya tidak protes padanya karena bukan Mas Terbaik yang meminjam, melainkan orang lain. Saya, yang hanya sendiri, tidak punya bala bantuan, & jauh dari keluarga, tentu saja sangat sakit hati.

Pernah suatu ketika, Paijan sedang membawa sepeda saya dan bensinnya habis. Dia pulang & mengetuk pintu saya untuk minta uang bensin. Apakah dia meminta dengan sopan? Tidak. Dia dengan gaya khas terlalu PDnya berkata, "Mbak, bensinnya habis. Kasih uang. Masak aku yang beliin bensinnya. Nanti Mbak kan bisa bilang pada suami kalo tadi motor Mbak perlu bensin & aku yang minta". Sudah tidak tahu diri, tidak sopan, sok ngajari lagi, begitu batin saya. Tapi saya tidak berani menolak karena saya hanya seorang diri tanpa anggota keluarga di kota ini.

Peristiwa "sering meminjam motor" itu terus berlanjut sampai anak pertama saya lahir dan tumbuh agak besar. Saat itu saya berganti motor bekas ibu saya, yaitu Vega R. Setiap melihat saya menganggur, dia akan meminjam motor saya, tapi saya sudah berani menolak. Terkadang, setelah menjemput anak saya dari penitipan, saya berjalan-jalan dengan anak saya keliling kampung supaya ketika saya pulang, suami saya juga pas pulang, sehingga si Paijan ini tidak berani meminjam.

Suatu ketika si Paijan ini meledak emosinya. Jadi dia itu seakan-akan mempunyai kelainan jiwa, kadang normal, kadang kumat. Dia menjualkan HP temannya tapi dengan rugi, meminjam laptop ke sebuah universitas, & meminta keluarga membayarkan sewanya. Dia berdalih melakukan semua itu agar bisa membayar les, tapi dia pura-pura tidak tahu bahwa keluarganya yang menanggung kerugian finansial atas segala ulahnya.

Tahun berganti tahun, rupanya si Paijan ini menunjukkan sikap positif sehingga saya berbaik sangka bahwa dia bukan dia yang dulu. Saya pun berinisiatif pada Mas Terbaik untuk meminjamkan Honda Revo kami padanya dengan harapan dia akan bisa berkarya membahagiakan keluarganya.

Tetapi, namanya juga sudah watak dan si Paijan ini pandai sekali bermain peran, jadi mungkin dia tidak sakit jiwa, tapi memang penjahat. Setelah merasa mendapatkan kepercayaan kami, dia malah menjadikan Revo saya sebagai jaminan dia meminjam mobil. Bahkan ketika kami desak untuk segera mengambil motor kami itu, dia dengan mulut busuknya berani minta uang sekian juta dengan dalih dia sudah banyak mengganti komponen Revo kami. Tapi tentu saja kami tidak bodoh.

Tibalah saatnya si Paijan ini akan menikahi bidadarinya. Bidadari ini adalah orang baru (yang akan ditipunya, maaf tapi menurut saya begitu), bukan mantannya yang dulu. Sebut saja namanya Paisah.

Ketika dia akan menikah, dia mencuci mobil (pinjaman) di tempat saya. Dengan penuh semangat dia bercerita bahwa calon istrinya adalah orang yang pandai mencari uang, seorang businesswoman dengan omzet 2,5 juta. Dia bilang menikah hanya dengan modal bismillah. Dia bilang bahwa saat itu gajinya sudah habis untuk kredit barang-barang. Dia juga dengan bangga ya, bukan dengan penuh penyesalan, catat ya gaes; dia bercerita bahwa dia punya hutang 250 juta dan ayahnya yang membayar 6 juta tiap bulan. Saya kaget seakan tak percaya. Saya cerita pada suami dan dia pun kaget. Tampaknya si Paijan ini hanya berani berkoar-koar pada saya yang dia pikir lemah. Saudara-saudaranya tidak ada yang tahu akan hal ini, hanya dia dan ayahnya.

Akhirnya si Paijan ini menikah di gedung mahal dengan memberi banyak luka pastinya. Pokoknya too hurt to tell

Ternyata akhirnya terbuka kenyataan pahit bahwa Paijan telah menipu seorang satpam senilai 50 juta untuk usaha telur asin. Pada saat itu dia dikejar-kejar oleh satpam tersebut. Satpam itu adalah teman Mas Terbaik, dan dia juga meminta padanya untuk menyiapkan uang sejumlah itu; jika tidak dia akan menjebloskan Paijan ke penjara. Hello, yang nipu siapa, yang ditagih siapa.

Suatu ketika saya berkesempatan berbicara dengan istri Paijan, si Paisah. Saya bertanya bagaimana hutang 50 juta itu. Saya merasa berhak bertanya karena si penagih berani mengganggu suami saya. Tentu saya tidak terima.

Setelah berbicara dengan saya, si Paisah ini menangis pada si Paijan tentang topik yang saya sampaikan. Alih-alih mengakui kesalahan, menyesal, atau apalah, dia bilang pada orang lain, "Aku itu ada salah apa sama Mbak Angel, kenapa dia tega padaku." Memang pandai sekali si Paijan ini bersilat lidah. Dia berusaha memperlihatkan bahwa tangisan bidadarinya adalah saya penyebabnya. Saya makin yakin bahwa dia itu bukannya sakit jiwa, melainkan memang penjahat tulen yang sedang berakting dan menunggu kapan akan melakukan aksinya. 

Tapi tentu saya tidak terlena walaupun si Paisah ini menangis-nangis. Jangan  sampai terbawa emosi, kemudian minta maaf, padahal sudah nyata bahwa si Paijan ini yang salah. Dia juga berani bilang, salah apa pada Mbak Angel. Apakah dia pikir saya lupa akan dirinya yang sering meminjam sepeda saya, yang menyelewengkan sepeda saya, yang pernah mendatangi teman saya untuk ditipu? Sekedar info, dia mendatangi teman saya yang punya bisnis butik dan mengaku sebagai adik saya untuk dibujuk supaya mau menjadi investor. Dia hilang ingatan? 

Si Paijan ini juga berani menyalahkan pihak lain dengan berkata bahwa semua perbuatan orang itu ada pertanggungjawabannya. Seakan dia perbuatan dia sendiri juga ada pertanggungjawabannya. Saya yakin, jika membaca tulisan ini, dia juga akan bilang, "Mbak Angel, Mbak harus sadar bahwa semua yang Mbak tuliskan itu ada pertanggungjawabannya kepada Allah." Owalah Paijan, memangnya segala perbuatanmu yang nyata-nyata mencelakakan orang lain itu tidak ada pertanggungjawabannya ya? Memangnya Allah lupa padamu ya? Memangnya Allah tidur ya ketika kamu melakukan kejahatan?

Sekarang dengan dia berakting menjadi orang yang "terlalu baik" seperti beberapa tahun belakangan ini, saya malah tambah curiga. Apa yang dia inginkan? Tentu saja materi yang lebih besar daripada sebelumnya. Adapun yang sok bestie (cie..cie...) pada si Paijan dan Paisah, silakan saja, monggo saja. Saya cuma mau nonton saja. Nanti kalau si Paijan berulah lagi, harus siap ya ikut menanggung hasil perbuatannya, dan saat itulah saya akan berkata, 

"Gue bilang juga apa, namanya penjahat, ya tetap aja penjahat. Orang itu tidak berubah, mereka hanya berpura-pura. Ketika ada kesempatan, mereka akan kembali pada wataknya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar