Mantenku

Mantenku

Jumat, 19 Juli 2013

Menjadi Guru Berkarakter Profetik

oleh Anto Suryo Pribadi (Guru di Solo)

Dalam catatan sejarah, guru senantiasa diceritakan sebagai orang yang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Socrates, Plato, dan Aristoteles adalah guru-guru yang mempengaruhi perjalanan sejarah Yunani. Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu, pertanyaan yang diajukan Kaisar Jepang kepada punggawa-punggawa bukanlah berapa tentara yang masih ada, melainkan berapa guru yang masih tersisa? Mengapa? Karena guru menentukan maju mundurnya suatu bangsa.

Dalam konteks pendidikan Islam, guru dikenal sebagai pendidik dan merupakan terjemahan dari berbagai kata yakni murrabi, mu'allim, dan muaddib. Kata murrabi sering dijumpai dalam kalimat yang bersifat jasmani maupun rohani. Pemeliharaan tersebut terlihat dalam proses orangtua membesarkan anaknya.


Sedangkan untuk istilah mu'allim, pada umumnya dipakai untuk membicarakan aktivitas transfer ilmu pengetahuan dari seseorang yang mengetahui secara mendalam tentang suatu ilmu kepada seseorang yang belum tahu. Adapun istilah muaddib, maknanya lebih luas dari mu'allim dan lebih relevan dalam konsep agama Islam.

Dalam pepatah Jawa, guru sering disebut sebagai sosok yang digugu omongane lan ditiru kelakoane (dipercaya ucapannya dan diteladani tindakannya). Pesan ini mengandung makna bahwa guru itu perkataannya selalu diperhatikan dan perbuatannya selalu menjadi teladan. Menyandang profesi guru, berarti harus menjaga citra, wibawa, keteladanan, integritas, dan kredibilitasnya.

Berkarakter Profetik

Karakter profetik adalah karakter yang meneladani sifat-sifat para nabi (prophet), terutama sifat kenabian Rasulullah sebagai penutup para nabi yang menyempurnakan tugas-tugas nabi terdahulu. Karakter profetik dalam diri pendidik yang harus ada adalah shidiq (kejujuran), amanah (kredibilitas), fathonah (kecerdasan), dan tabligh (penyampaian). Dari keempat karakter tersebut, kejujuran merupakan karakter pertama yang harus dimiliki. Dengan adanya kejujuran, secara otomatis kredibilitas dan kecerdasan akan terbentuk sehingga seorang pendidik akan sudah menyampaikan ilmunya.

Ketika ketidakjujuran dalam dunia pendidikan semakin tumbuh dan berkembang, tidak ada yang bisa diharapkan lagi selain kehancuran sebuah bangsa. Kewajiban guru sebagai pendidik adalah menanamkan karakter profetik, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Jika kita jujur, maka hati dan pikiran akan tenang. Apa yang kita sampaikan pada anak didik akan udah diresapi oleh mereka.

Setiap ucapan guru yang datang dari hati akan dapat menyentuh hati, sedangkan ucapan yang tidak berasal dari ketulusan hati tidak akan berbekas sama sekali. Kini saatnya kita berbenah diri, berupaya menjadi guru yang berkarakter profetik. Mati kita mulai dari hal kecil, kita mulai dari diri sendiri, dan dari sekarang. 

Disadur dari majalah Hadila edisi 73/Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar