Mantenku

Mantenku

Minggu, 11 Januari 2015

Haruskah Wanita Bekerja (Mencari Uang)?

What do you think about the title of the article? Kalau kita lihat di medsos kadang ada status yang kurang setuju dengan wanita bekerja. Ada yang menulis, "Kagum ya sama ibu A ini, keluar dari pekerjaannya sebagai PNS demi buah hatinya". Ada lagi yang menulis, "Bekerja & mencari uang akan membuatmu lupa pada anak". Byuh byuh...dan banyak lagi. (BTW, ada yg bilang berhenti bekerja & joinlah bisnis kami, ini out of question ya :p)

Bekerja & berbisnis, menurut saya sama esensi nya dalam rangka mencari uang. Jadi, yang tidak ngantor, tapi di rumah punya toko baju, saya anggap bekerja.

Saya sendiri wanita bekerja (working mother), tapi saya juga ibu penuh waktu (full-time mother), soalnya kapan saja waktunya saya tetap seorang ibu. Lha kalo saya part-time mother trus ibu part yang lainnya siapa, kan anak saya sendiri. Atau kalau saya jadi ibunya hanya ketika di rumah, kasihan banget anak saya, masa punya ibu hanya pada jam tertentu. Padahal, kenyataannya jam berapa pun kan saya tetap ibunya. Hihiiii....

Mommy-mommy ga usah bingung, tentukan pilihan & lihat kondisi suami. Kalau suami kondisi keuangannya lebih dari cukup, sudah beli polis asuransi, tabungan cukup untuk beberapa tahun ke depan, & kita sebagai ibu sudah nyaman di rumah, saya rasa bolehlah kita tidak bekerja. Sebaliknya, kalau kondisi keuangan kita mepet, suami gajinya juga mepet, & kita belum siap untuk 'di rumah saja', berhenti bekerja ini akan sangat beresiko. Ya, paling ga dengan kerja kita bisa beli keperluan sendiri. Kita juga bisa mempertahankan jaringan pergaulan kita.

Saya punya teman dari salah satu negara di timur tengah; negara penghasil minyak terbaik sedunia. Dia berkata kriterianya mencari istri hanya 1: tidak bekerja. Kata saya dalam hati, ya cari sana di negara mu sendiri, jangan di sini. Di sini, kami para wanita itu ikut berjuang membantu suami mencari nafkah & kami ikhlas. Ya bekerja, ya berbisnis, kami itu ikhlas. 

Setelah itu, dia bercerita tentang negaranya. Negaranya hanya mempunyai 6 juta penduduk (wah....jauh banget ya sama negara kita yang udah beratus-ratus juta). Di sana, tiap warga negara mendapatkan gaji dari pemerintah. Jadi, mau kerja, dapet gaji dari pemerintah plus gaji kerja. Mau ga kerja? Anda akan mendapatkan gaji dari pemerintah. 

"Aku punya adik 3 dan mereka mendapatkan gaji masing-masing dari pemerintah," tambahnya. (Bisa membayangkan ekpresi saya, kan? Mringis)

"Manda, boleh ga saya nebak gaji kamu? Kamu cerdas, pekerja keras, dan kamu bekerja di dua tempat ya?" katanya.

"Boleh saja. Aku kalau pagi mengajar di sekolah, dan siang harinya mengajar di lembaga bahasa. Oh ya, aku juga berbisnis lho, aku jualan kosmetik," kata saya waktu itu sesuai kenyataan yang ada. (Percakapan ini  sudah setahun yang lalu).

"Gajimu 5000 dollar kan," katanya mantap. Saya hanya senyum. Sungguh, itu angka yang sangat besar. Jadi, dengan kata lain, orang seperti saya ini di negaranya bisa mendapatkan 5000 dollar sebulan. Telan ludah pahit dulu ya. Akhirnya saya diam tidak menjawab, hanya hati saya merasa perih ingat wajah-wajah rekan guru, rekan instruktur, & rekan yang lain.

Andaikan kamu tahu, kawanku. Di negara kami ini, mendapatkan 100 dollar itu sudah sangat bersyukur, diirit-irit uangnya untuk menyukupi kebutuhan hidup. Tebakanmu 5000 dollar itu sungguh membuat kami merasa sakit. Sakit bukan karena ucapanmu, tapi karena kenyataan hidup. Di luar sana, rekan kami yang lain, bahkan ada yang bahagia dengan hanya 50 dollar. Pantesan ya, liburan bagimu hal yang sangat penting karena kamu mampu. Bagi kami berat karena kami tidak mampu. Bloggers, what do you think?

Ketika dia menceritakan bagaimana ibunya yang tiap hari di rumah & masak, saya bayangkan ibu saya. Ibu saya juga wanita bekerja. Alhamdulillah, saya cukup makan & bersih sejak kecil. Ibu saya bekerja mencari nafkah untuk membelikan baju, makanan, membayar biaya sekolah, dll. Apa yang terjadi seandainya ibu saya berhenti bekerja? Saya pasti ga akan sekolah. Mungkin saya ga punya baju bagus. Mungkin juga saya kurus kering kelaparan. Ayah saya dimana? Iya ada & bekerja, tapi penghasilannya tidak akan cukup tanpa dibantu ibu. 

Kembali ke inti discussion tadi, mari kita lihat realita kehidupan kita. Di negara kita tiap rupiah sangat berharga. Wanita di negara kita tidak bisa melepaskan diri mereka dari pekerjaan karena mereka berjuang. Ada pula yang melepas pekerjaan & memilih berbisnis sambil mengawasi anak, boleh saja. Intinya, menurut opini pribadi saya, kaum istri di negara kita harus ikut berjuang mencari uang.

Sekian dulu ya sahabat blogger. Salam hangat from Solo :)

3 komentar:

  1. sungguh kisah yg sangat menginspirasi dan sangat menyayat hati karna terbalik dengan keadaan yang saya alami dalam rumah tangga yg saya jalani saat ini..

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus