Mantenku

Mantenku

Rabu, 07 Januari 2015

Membatasi Jumlah Anak?

Tergelitik sekali CH ingin membahas issue ini. Selama ini CH kan punya rekan-rekan dari dua kubu yang berbeda. Kubu pertama, batasi anak untuk menghindari ledakan jumlah penduduk dan meningkatkan kesejahteraan. Kubu yang kedua, jangan batasi jumlah anak karena itu sama saja dengan membatasi rejeki Tuhan. Lagian, semua anak yang lahir itu sudah membawa rejeki masing-masing kan? 

Mana yang benar? Entahlah CH sendiri ga tau. Yang jelas CH lebih cenderung menerapkan prinsip kubu yang pertama karena CH ngerasa ngurus anak itu emang repot. Hihihiii. Tapi, yang akan kita bahas sekarang lebih ke bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup. 


CH ingin bercerita.... 

Gambar hanya ilustrasi


Nyonya Lina

Nyonya Lina dan suaminya sudah bertekad untuk tidak membatasi jumlah anak dalam perkawinan mereka. Suami nyonya Lina adalah seorang karyawan biasa dengan gaji pas-pasan. Sedangkan, nyonya Lina sendiri mempunyai usaha butik online yang dijalankan dari rumah. Sepulang kerja, suami nyonya Lina selalu membantu istrinya mengurus bisnis online & juga anak-anak mereka. Anak mereka sudah 4. Nyonya Lina sendiri adalah wanita tekun & supel. Dia juga penuh perhitungan dalam bisnisnya. Meskipun omzet bisnis naik turun sepanjang tahun, mereka tergolong sukses. Mobil & rumah sendiri sudah mereka miliki. Selain berbisnis, nyonya Lina aktif pengajian. Dua kali seminggu nyonya Lina membawa dua anaknya ke pengajian yang dibinanya. Suami nyonya Lina pun demikian. Sudah ada beberapa kelompok pengajian yang dibinanya. Kadang, nyonya Lina juga merasa kepayahan dengan ritme kehidupannya ini. Namun, bagaimanapun juga, dia harus berjuang untuk anak-anaknya. Dia yakin, semakin anaknya bertambah, semakin banyak Allah melimpahkan rejeki padanya. Pengajian yang dibinanya juga menjadi semangat tersendiri bagi nyonya Lina untuk terus semangat mencari rejeki. 

Nyonya Gina

Nyonya Gina adalah anak sulung dari 10 bersaudara. Dia masih tinggal bersama orang tuanya. Nyonya Gina tidak bekerja. Suaminya karyawan biasa dengan gaji yang biasa. Dulu, nyonya Gina aktif pengajian. Namun sekarang, tidak lagi. Sehari-hari nyonya Gina hanya di rumah saja. Dia tidak pernah memasak karena ibunya selalu tekun melakukan hal itu untuknya. Belanja juga tidak pernah dilakukan karena ibunya dengan menggunakan uangnya sendiri melakukannya. Anak nyonya Gina sudah 4 dan di rumah mereka sering bermain dengan saudara-saudara nyonya Gina. Jadi, nonya Gina sudah sangat terbantu. Tiap hari suaminya yang mengantar anak-anak sekolah. Kadang, di hari libur, anak-anak menangis di pagi hari karena ingin ikut ayahnya ke pengajian, nyonya Gina tidak bertindak, dia menyibukkan diri membaca Alquran atau majalah keagamaan di kamarnya. Sebenarnya, ibu nyonya Gina ini sudah sering mengeluh kenapa nyonya Gina terus menambah anak, sementara segala kehidupan mereka masih disokong orangtua. Di rumah, nyonya Gina hanya menghabiskan waktu dengan menunggui anaknya sambil nonton TV atau membaca majalah. Nyonya Gina sebenarnya punya ketrampilan menjahit, tapi dia tidak mau membuka usaha dengan alasan matanya minus.

Komentar CH:

Nyonya Lina ini muslimah sejati dambaan laki-laki sejati. Dia sadar bahwa Allah selalu menjamin rejekinya selama dia & suaminya mau berusaha. Pasangan seperti ini layak mendapatkan kemudahan di dunia & surga di akhirat nantinya. CH benar-benar salut sama pasangan seperti ini. Ada ga sih? Ada lah, CH tahu karena itu CH bisa nulis cerita ini. Para "nyonya Lina" bukan hanya pengusaha lo, ada juga yang karyawan, guru, dll. Wanita seperti nyonya Lina ini sudah memahami agama secara mendalam.

Nyonya Gina, sebenarnya wanita yang baik, tapi sayang agak malas. Usaha ga mau, kerja ga mau, masak ga mau, belanja juga ga mau. Nyonya Gina punya potensi tapi karena tertutup kemalasannya, dia tidak mau berusaha (jahit). Seandainya dia mau, dia bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah dari usahanya. Nyonya Gina, menurut CH, juga hanya memahami ajaran agama secara parsial. Ketika anak-anak rewel & butuh pertolongan, harusnya dia tunda dulu mengajinya, urusin tu anak-anaknya dulu. Mengaji itu sunnah, dilakukan nanti, tidak seperti sholat yang harus tepat waktu. CH ga habis pikir & merasa nyonya Gina ini ingin lari dari tanggungjawab keruwetan mengurus 4 anak dengan cara mengaji. Ingat, Allah tahu apa yang ada di hatimu, nyonya. Ada ga sih orang kayak gini? Ada, CH tahu. Bahkan dia pernah menjamak sholat Ashar dengan Magrib. Aturan dari mana ya? :D

Menurut CH, kalau siap dengan konsekuensi repot ngurus anak, silakan aja jangan dibatasi jumlah anaknya. CH sering melihat kok beberapa wanita bekerja gendong anak ketika naik motor atau naik bus kota untuk dititipkan ke TPA sembari berangkat kerja. Tapi kalau tidak siap, ya sebaiknya dibatasi. Jangan malah nggamblok sama orangtua cari pembenaran. "Lha anak saya banyak, biar ada yang bantuin ngurusin anak," dan bla bla bla... Waw banyak banget alasan wanita macam Gina ini yang intinya dia hanya tidak mau keluar dari zona nyamannya. Gina...Gina...gerak dikit dong biar ga gembrot :p CH pikir kalo ibunya nyonya Gina lari balapan sama nyonya Gina pasti yang menang ibunya deh, padahal udah tua. Hihiii...

Waduh maaf ya pemirsah, CH emang suka kelewatan kalo cerita. Ini hanya hiperbola semata sambil menyemangati diri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar